Elang Jawa – Taksonomi, Morfologi, Habitat, Sebaran, Reproduksi, Kepunahan & Konservasi
Burung elang adalah salah satu predator teratas dalam sistem rantai makanan, termasuk juga Elang Jawa. Burung yang menjadi simbol keleluasaan di tanah Jawa ini mempunyai postur gagah dan bentangan sayap yang cantik. Elang Jawa juga memiliki pandangan tajam yang menolong memperhatikan mangsa buruan dari atas ketinggian.
Satwa endemik dari Jawa ini adalah burung karnivora yang dianggap sebagai Garuda, adalah burung lambag negara Indonesia. Selain itu, ia juga menjasi maskot satwa langka Indonesia yang wajib dilindungi dan dilestarikan.
Taksonomi
Elang Jawa adalah burung pemangsa endemik Pulau Jawa. Secara ilmiah, burung ini memiliki nama latin Nisaetus bartelsi dengan pembagian terstruktur mengenai selaku berikut:
Kerajaan | Animalia |
Filum | Chordata |
Kelas | Aves |
Ordo | Accipitriformes |
Famili | Accipitridae |
Genus | Nisaetus |
Spesies | Nisaetus bartelsi |
Keberadaan Elang Jawa bekerjsama telah dimengerti sejak 1820, yaitu oleh van Hasselt dan Kuhl yang mengoleksi dua spesimen burung ini dan berasa dari Gunung Salak untuk Museum Leiden, Belanda. Namun pada kurun tersebut Elang Jawa masih dianggap selaku Elang Brontok.
Selanjutnya pada tahun 1908, berdasarkan spesimen oleh Max Bartels yang berasal dari Pasir Datar, Sukabumi yang ditemukan pada tahun 1907, pakar burung Jerman bernama O. Finsch memasukkannya sebagai takson gres, tetapi dianggap selaku jenis dari Spizaetus kelaarti, sejenis elang yang ada di Sri Lanka.
Kemudian pada tahun 1924, Prof. Stresemann memberi nama takson baru yang lebih spesifik, adalah bartelsi sehingga burung ini diketahui sebagai Spizaetus nipalensis bartelsi. Hingga pada kesudahannya pada tahun 1953, D. Amadon memberi tawaran kenaikan jenis menjadi Spizaetus bartelsi dan kini menjadi Nisaetus bartelsi.
Morfologi
Secara lazim, burung ialah hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki sayap dan bulu. Elang asli Indonesia ini mempunyai ukuran badan sedang denagn tinggi sekitar 70 cm dengan rentang sayap meraih 100 cm.
Jika kita amati, apda bagian kepala terdapat jambul bulu berjumlah 2-4 helai dengan panjang sekitar 12 cm. Jambul Elang Jawa yakni bulu berwarna hitam dengan ujung berwarna putih dan menjadi ciri khas unik sehingga dijuluki Elang Kuncung. Secara biasa warna bulu keseluruhan adalah cokelat, terutama pada bagian punggung dan sayap.
Warna cokelat lebih gelap dengan motif coretan terdapat di bab dada dan perut. Kemudian pada bagian ekor, warna bulunya yakni variasi cokelat dan garis-garis hitam.
Postur burung yang menjadi lambang negara Indonesia ini juga sungguh unik, kesan gagah dikala sayap terlipat maupun mengepak jelas nampak. Elang Jawa memiliki kesanggupan melayang yang sungguh tinggi untuk menjelajah langit Jawa, ditunjang dengan daya pandangan tajam maka ia menjadi predator puncak bagi mangsa-mangsa dibawahnya.
Meski bukan burung kicauan, burung ini juga mampung mengeluarkan suara pekikan yang nyaring dan khas, adalah “hii-hiiiw” lebih tinggi dan lebih parau dari bunyi Elang brontok atau “hihi-hiiiw” sering dalam seri pendek.
Habitat
Burung ini diberi nama Elang Jawa sebab hanya ditemukan di Pulau Jawa. Habitat Elang Jawa ialah di kawasan hutan dataran rendah, ialah selaku daerah bersarang maupun berburu mangsa. Area sarang burung elang ialah tempat teritorinya, hal ini disebabkan oleh melimpahnya sumber pakan seperti fauna-fauna kecil selaku mangsa utamanya.
Biasanya burung elang akan menciptakan sarang pada pohon yang berada di ketinggian 1.100 mdpl dengan topografi curam, mirip lereng tebih atau gunung, bersahabat dengan sumber air atau sungai, serta berjarak sekitar 500 meter dengan wilayah terbuka.
Sarang burung akan ditaruh di ketinggian 16 meter pada pohon saninten (Castanopsis argentea), pohon rasamala (Altingia excelsa), pasang (Lithocarpus sundaicus), pohon tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), dan ki sireum (Eugenia clavimyrtus) dengan tinggi lebih dari 30 meter dan ditumbuhi banyak liana.
Selain di hutan alam dataran rendah, kita juga menjumpai burung ini di daerah hutan primer dan perbukitan peralihan tempat dataran rendah dan pegunungan. Sehingga mampu disimpulkan, secara lazim habitat Elang Jawa adalah di daerah hutan hujan tropis.
Akan tetapi, tentu tidak gampang menemukan burung ini. Karena jumlahnya di alam telah banyak berkurang akibat rusaknya habitat alami, deforestasi, perburuan maupun imbas pemanasan global.
Sebaran di Pulau Jawa
Burung gagah ini tersebar di seluruh Pulau Jawa dan menempati tempat yang sesuai dengan habitatnya. Beberapa tempat yang secara alami dihuni oleh burung ini antara lain:
- Jawa Tengah
- Gunung Slamet
- Gunung Ungaran
- Gunung Muria
- Gunung Lawu
- Gunung Merapi
- Jawa Timur
- Merubetiri
- Baluran
- Alas Purwo
- Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru
- Wilis
- Jawa Barat
- Gunung Pancar
- Gunung Salak
- TN Gunung Gede Pangrango
- Papandayan
- Patuha
- Gunung Halimun
Elang Jawa Sang Predator
Pandangan tajam dan peka terhadap pergerakan mangsa di darat merupakan kemampuan utama Elang Jawa dikala berburu. Biasanya burung ini akan bertengger di pohon-pohon tinggi untuk memperhatikan mangsa, lalu melayang untuk menyergap mangsa dan menerkamnya dengan cakar yang berpengaruh sebelum mangsa melarikan diri.
Elang yaitu burung karnivora, adalah pemakan daging sehignga di alam liar burung ini berburu reptil, ayam, mamalia kecil dan burung-burung lainnya. Kaki Elang Jawa dilengkapi dengan cakar yang tajam dan sungguh berpengaruh, organ ini berfungsi untuk mencabik daging mangsanya.
Reproduksi
Seperti unggas kebanyakan, Elang Jawa bereproduksi dengan cara bertelur. Musim kawin burung ini terjadi sepanjang tahun dengan kala puncak pada Februari hingga Mei dan rata-rata kawin dua tahun sekali. Elang Jawa yaitu burung monogami, yaitu cuma memiliki satu pasangan hingga salah satunya mati.
Di alam liar, periode bertelur Elang Jawa antara Januari hingga Juni dengan jumlah 2 telur. Salah satu hal unik dari proses reproduksi ini yakni jika telur yang menetas pertama yaitu betina, maka beliau akan membunuh saudaranya yang lebih muda dan dibiarkan saja oleh induknya.
Telur-telur rajawali umumnya ditaruh pada sarang yang yang dibuat dari daun dan ranting yang disusun oleh induknya. Sarang tersebut berada di pohon tinggi sekitar 20 sampai 30 mter dari permukaan tanah.
Lama waktu pengeraman sekitar 47 hari dan sesudah menetas anak rajawali akan tetap tinggal bareng induknya di sarang. Ukruan anak elang betina lebih kecil dari rajawali jantan.
Selama di sarang, anak-anak rajawali akan diberi makan dan dijaga oleh kedua induknya secara bergantian. Setelah berumur 10 ahad, maka anak elang sudah memilki bulu dan bisa melayang. Kemudian akan meninggalkan sarangnya ketika berumur 100 hari tetapi akan kembali lagi ke sarangnya.
Ancaman Kepunahan
Populasi Elang Jawa di alam mengalami bahaya kepunahan yang sungguh serius. Jumlahnya diperkirakan sekitar 300 hingga 500 ekor. Padahal burung ini mempunyai tugas penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem, sebab dia merupakan pemangsa puncak dalam rantai dan piramida masakan. Jika predator ini jumlah terus menurun, maka satwa-satwa di tingkatan bawahnya akan mengalami lonjakan populasi.
Elang Jawa masuk ke dalam satwa dengan prioritas konservasi berdasarkan Permenhut No 57 Tahun 2008 dan Keputusan Dirjen PHKA No 132 Tahun 2011 dan No 109 Tahun 2012, adalah selaku 14 spesies prioritas utama.
IUCN atau (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) juga memasukkan burung ini ke dalam kategori endangered. Sedangkan CITES (Conservation on International Trade in Endangered) menggolongkannya pada Appendix I sebab rusaknya habitat hutan, perburuan liar dan jual beli ilegal.
Beberapa forum dan organisasi lain yang peduli terhadap kelestarian Elang Jawa antara lain:
- RAIN (Raptor Indonesia), ialah suatu jaringan riset dan konservasi burung pemangsa rajawali di Indonesia. Organisasi ini sebelumnya bernama Kelompok Kerja Pelestari Elang Jawa (KPPEJ)
- Raptor Conservation Society, ialah pengembangan masyarakat untuk tunjangan Elang Jawa dan Elang lainnya di Jawa Barat
- Suaka Elang, yakni kawasan rehabilitasi, release dan sanctuary sebagai bentuk kepedulian masyarakat kepada kelestarian elang
Fakta Unik Elang Jawa
Selain menjadi salah satu satwa endemik Pulau Jawa, Elang Jawa atau Garuda juga menjadi lambang negara Republik Indonesia. Burung langka ini memberikan kesan gagah dan menjadi penjaga dari Pancasila di bab dadanya serta mencengkeram tulisan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi semboyan negara kita.
Burung dengan keunikan jambul pada bab kepalana ini merefleksikan keberagaman dan budaya nusantara. Salah satu pendapat juga dipaparkan oleh MacKinnon melalui bukunya, yaitu jambul Elang Jawa memiliki warna hitam dengan ujung putih yang menarik perhatian siapapun.
Elang Jawa adalah satwa monogami, adalah setia pada satu pasangan sampai mati. Kesetiaan elang ini juga terlihat dikala mengelola anak-anaknya yang menetas di sarang. Induk jantan dan betina akan berafiliasi mengurus anaknya dan saling bergantian mencari makan serta menjaga sarang.
Satu hal yang juga unik dan juga tragis yaitu jika telur pertama yang menetas ialah betina, maka telur berikutnya akan dibunuh oleh saudaranya dan induk yang mengetahui akan membiarkan pembantaian tersebut.
Bagi orang awam akan sulit mendapatkan dan mengamati Elang Jawa, hal tersebut dikarenakan habitat hidupnya di hutan hujan tropis pada ketinggian tertentu dan jauh dari pemukiman. Selain itu, burung ini juga memiliki kecepatan saat terbang.
Kebiasaan burung ini adalah bertengger di dahan atau ranting pohon dan menghabiskan waktu di sarang untuk beristirahat. Jumlah populasi Elang Jawa liar yang menurun drastis juga menyusahkan kita melakukan pengamatan.
Kegagahan burung ini ketika mengepak sayap dan menjadi pemburu mangsa yang sangat handal memberikannya predikat Raja Predator Langit Jawa. Cara terbangnya cukup unik, Elang Jawa akan membulatkan sayapnya kemudian menekuknya ke atas mirip aksara V sehingga meluncur dengan kecepatan tinggi.
Sebagai burung yang menjadi simbol dan maskot negara, sudah selayaknya Elang Jawa dijaga dan dilestarikan. Jagalah kelestarian habitatnya dengan tidak menghancurkan hutan, serta lestarikan keturunan burung ini dengan tidak melaksanakan perburuan.
Upaya Konservasi
Upaya konservasi dari pemerintah dengan menggandeng forum atau organisasi yang peduli kepada satwa-satwa di Indonesia juga perlu dikerjakan. Terutama dalam hal perkembangbiakan semoga populasi Elang Jawa berkembangdan stabil.
Penegakan aturan tanpa pandang bulu juga wajib dipraktekkan terhadap siapapun yang melaksanakan perburan liar serta memperdagangkan Elang Jawa atau telurnya.
Pada PP Nomor 7 Tahun 1999, pertolongan kepada burung ini juga telah diberikan, yakni mengenai penangkapan, perburuan, jual beli, dan kepemilikan atas argumentasi apapun kepada Elang Jawa. Kemudian berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. 106 tahun 2018, burung ini ditetapkan sebagai satwa dilindungi.
0 Response to "Elang Jawa – Taksonomi, Morfologi, Habitat, Sebaran, Reproduksi, Kepunahan & Konservasi"
Post a Comment